Laman

--------------------------------- Memotret kehidupan dalam suatu rangkaian bahasa dan frasa 8.) ---------------------------------

03 April 2012

cerpen: fiksitapirealita

oleh Lestari Amaliani pada 3 April 2012 pukul 0:28 ·


………………….

Seperti kebiasaanku tiap pagi seusai solat subuh dan membaca dzikir Al-Matsurat, aku membuka gadget mungil merah marun nan elegan Acer, dan sedikit melongok akun jejaring sosial yang aku milikki. Seperti biasanya, tiap pagi aku ingin sekali menebar inspirasi, random ayat hadits, motivasi, hikmah pagi, tautan menarik atau sekedar meng-update status yang sedang booming, juga melihat berita sosial politik ter-anyar di twitter atau situs lain. Lumayan, sedikit menambah wawasan di pagi hari sebelum berangkat kuliah siang-nya. Seperti biasanya, aku melakukan hal itu sembari ditemani segelas susu coklat hangat dan roti isi buatan ibuku yang enak tiada duanya. Tidak biasanya, pagi itu aku menambahkan orang yang tidak aku kenal dalam akun facebook-ku padahal biasanya aku anti sekali meng-approve apalagi meng-add orang-orang yang tidak aku kenali. Mungkin aku tak sadar mengklik button add, ya, itu mungkin. Tidak sampai satu menit satu notifikasi muncul disudut kiri bawah LCD Acer-ku.



“Haya Amani menerima permintaan pertemanan Anda. Tulis pada kronologi Haya.”



Dalam hati, tiba-tiba ber-monolog, “Bagus sekali namanya, dalam Bahasa Arab Haya artinya putri, sedangkan Amani artinya dambaan, Putri Dambaan.”



Wah, nampaknya sudah kepalang tanggung. Ya sudah, segera saja aku lihat timeline teman maya baruku itu, entah kenapa aku ingin sekali menyapanya, sekedar mengucap salam dan sedikit berbincang. Akhirnya timbul secuplik dialog via chatting facebook walau awalnya Haya irit sekali membalas sederet tanyaku.



“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

“Alhamdulillah.. :) teteh asli bandung yah?”

“Iya.”

“Alhamdulillah.. :) hanya beberapa kilometer berarti jarak residen kita.. yah… salam kenal ya teh… saya Kamil.”

“Haya.”



Begitulah seterusnya sampai beberapa pertanyaan yang kuajukan dia jawab dengan sekenanya saja. Mungkin masih dianggap asing atau SKSD, mungkin juga mesinnya belum panas hingga jawabannya pun sedingin mesin yang baru saja dinyalakan. Benar kan apa kataku, setelah pertanyaan kesekian akhirnya dia mau menjawab dengan panjang lebar, mungkin pertanyaanku dianggapnya menarik dan dinilai bermutu :D dengan trending topik kesehatan dan juga tentang solat.



Tak terasa waktu berjalan cepat, waktu dzuhur segera tiba, aku mengakhiri percakapan itu, seusai solat saatnya bergegas ke kampusku, UNPAD tercinta.




***



Keesokan harinya, aku melakukan hal yang sama dengan pagi-pagi seperti biasanya. Saya ingin berbincang dan bertukar pendapat dengan Haya lagi. Tak diduga. Pagi itu, ternyata Haya juga sedang online. Segera membuka percakapan. Aku mengutip hal dari percakapan kedua.



“Tujuan seorang muslim hidup adalah untuk menunggu waktu sholat…. (thank’s to reminds me miss)”



Dan aku berhasil mengorek apa yang sedang menjadi kesibukannya saat ini. Ternyata dia sedang melakukan praktek kerja di salah satu rumah sakit Islam milik swasta. Rumah Sakit Al-Islam. Sempat terpikir untuk menemuinya di rumah sakit itu hanya untuk mengucapkan terimakasih karena dia telah berhasil memberi beberapa inspirasi :P dan yang paling hebat mungkin aku bisa berhenti merokok karena kata-katanya dalam status.



“Laki-laki yang tidak merokok sekian persen kecil. Yang tidak merokok dan soleh persennya lebih kecil lagi. Yang merokok, soleh, ditambah rajin solat lima waktu di masjid tinggal berapa persen lagi ya?”



Aku ingin sekali menjadi laki-laki di kategori ketiga. Mungkin kategori ini yang banyak diincar para wanita :D aku berucap dengan nama Allah yang Maha Pengasih pemberi kasih aku berjanji mulai saat ini tidak lagi menghisap batang tembakau itu. Toh rasul pun tidak mencontohkan menghisap batangan itu kan? Kenapa aku baru mau menyadarinya sekarang? Padahal aku pun tahu jelas hal itu.



Dari percakapan kedua tadi aku tahu hari ini Haya mendapat jaga malam, aku membulatkan tekad untuk menemuinya malam ini di rumah sakit itu dengan membawa sedikit bingkisan. Tidak bermaksud lain juga tidak bermaksud berlebihan, hanya sekedar menyampaikan kata terimakasih.



***



Malam pun tiba, waktu menunjukan pukul setengah delapan. Aku bergegas menuju masjid RSAI untuk solat isya. Seusai solat aku segera duduk di ujung koridor masjid, mengenakan sepatu sambil menyelidiki setiap orang yang hilir mudik keluar masuk rumah sakit. Kemungkinan bertemu dengan Haya adalah kecil sekali. Mungkin akan aku titipkan saja ini semua pada security rumah sakit.



Perlahan kaki kulangkahkan menuju security, namun tak kusangka dari arah jauh berlawanan terlihat samar aku lihat sesosok mirip Haya. Aku hanya bisa meraba apakah ini Haya atau bukan. Dalam beberapa detik dia semakin dekat dan dekat. Ya, ternyata benar itu memang Haya segera aku ikuti Haya dari belakang. Nampaknya Haya datang terlambat, dengan langkah kecil Haya berjalan tergesa. Dengan postur tubuhku yang lumayan jangkung aku berhasil mengimbangi langkahnya yang cepat pendek-pendek dan langkahku yang lambat panjang-panjang. Setalah sejajar dengan Haya, aku bertanya.



“Staf medis disini ya?”

Dengan raut agak takut dan kaget Haya menjawab dengan langkahnya yang semakin dipercepat, “Iya.”

“Boleh minta waktunya sebentar, 15 detik.”

“Ada apa?”

Aku bingung bagaimana cara berbicara yang baik dan benar, “Ada perlu sebentar.”

“Sebentar ya mau masuk dulu, tunggu aja disini.”

Aku pun mengangguk. Setelah menunggu sekitar 3 menit Haya keluar dari pintu depan laboratorium. Aku menghampirinya. Haya bertanya.

“Ada apa?”

“Cuma ada perlu sebentar.”

“Siapa ya?”

“Saya… saya Kamil, Narendra Kamil.”

“Astagfirullah a, ngapain kesini…” Sejak awal Haya memanggilku dengan sebutan a, mungkin karena instingnya berkata bahwa aku memang lebih tua darinya. Insting itu memang benar :P

“Ada perlu sebentar aja.”

“Berapa lama?”

“15 detik, boleh dihitung dari sekarang.”

Sambil melihat arloji dongkernya ternyata Haya memang benar-benar menghitung perjanjian 15 detik itu.

“Ini ada sedikit bingkisan, sekedar ucapan terimakasih.”

“Maaf, tapi Haya tidak bisa menerima itu.”

“Ambil saja dulu, kalau tidak suka boleh dihibahkan kepada yang lain.”

Sambil sedikit ragu akhirnya Haya menerima bingkisan itu dan berkata, “Boleh dibuka dulu sekarang.”

Dengan gelagapan aku menjawab, “Na..nanti saja. Sudah 15 detik, makasih ya. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.” Jawab Haya.

Huh.. akhirnya pesanku sudah tersampaikan. Rasanya seperti abses yang meradang dan akhirnya pecah juga. Lega jadinya.



***



aku hampir mati tadi malam di selasar sebuah rumah sakit.... mulut kaku, lidah kelu, skenario kata-kata yang kurapalkan tidak bisa keluar.... ya Rabbi.. ampuni aku.... ampuni aku.... :(



Lengkungan 7 warna imajiner itu terbiaskan dalam tatapanmu yang hanya sanggup ku lirik sekejap… ya hanya sekejap saja.. di bangku panjang pelataran sebuah bangunan itu kita duduk berjauhan….. kau ter senyum mahal dengan dua binar mata teduhmu dibalik hijab itu…. aku belajar menafsirkannya dalam tanya yang kubawa malam itu diatas roda dua yang kupacu… ini hanya sebatang coklat, setangkai bunga, dan sebuah buku…. maafkan segala kekurangajaranku… aku tidak bermaksud melukai perasaanmu…. ini hanya sebuah sketsa kasar yang kupahat dalam hatiku…. bahwa aku memilihmu…



Hampir seminggu berlalu setelah aku menemuimu malam itu....beruntung tidak hujan :'(... engkau datang terlambat dengan langkah kecil yang cepat setelah aku baru beres solat isya di masjid bagian barat halaman rumah sakit tempat praktekmu :D...... aku merindukan adrenalin malam itu... ;P bingkisan itu tadinya mau ku titip di satpam spekulasiku gagal karena engkau berlalu didepanku yang hampir mencabut nyawaku seketika...



Sekarang aku mengetahui hal ini darimu. Beberapa hal yang bisa melunturkan hijab, pertama pertemuan, kedua senyuman, dan ketiga hadiah. Maafkan aku :(



Lupakanlah setangkai mawar itu dia pasti akan layu karena tak punya akar lagi.... Lupakan sebatang coklat itu... setelah kau makan dia keluar dan tak bernilai.. setidaknya jangan kau lupakan buku itu... nasehat di dalamnya dapat bersamayam dalam jiwamu....



Sekali lagi maafkanlah aku.



………...



*RSAI, Jl Soekarno-hatta, Bandung 24 Maret 2012

semoga kita bisa mengambil hikmah dari cerita pendek fiksitapirealita di atas

5 komentar:

  1. mumpung blm ada yg komen aa komen ah... ^^'

    kamil.. kamil.... jgn kau ulangi lagi... jgn keras kepala... bersabarlah memenej perasaan dan rasa rindu yang diproduksinya selintas selintas... ada waktunya kamil... jangan buru buru.... ok?? aku tahu kau begitu berbunga-bunga saat ini.. ada hal lain yang lebih memerlukan pertolongan dari fokusmu dan antusiasmu.... simpan saja yang 'itu' dia tahu kok sedang menunggu dan menimang waktu yang tepat sampai saat itu tiba.... belajarlah menunggu... :'( (aku yg menasehatimu jd ikut berkaca-kaca Kamil... ) hiks hiks hiks... :p

    BalasHapus
  2. aseek... keren bes :),,
    asalnya aku baca dalam hati dengan asumsi bebes yg jadi orang pertama, sambil suara dan gaya ngomongnya pake suara & gaya ngomong bebes (dalam hati tentunya), tapi makin lama dibaca ternyata bebes yg jadi orang ketiga (Haya).
    Hehe jadi aja diulang lagi bacanya dari awal pake suara dan gaya ngomong cowo..

    BalasHapus
  3. siapa ini? jgn pke anon atuh. ini fiksi .

    BalasHapus
  4. tapi realita kan?.. haha peace bes..
    soalnya udah jd kebiasaan sy (mungkin jga kbanyakan org) kalo baca nama pengarangnya dulu,trus tokoh utama ceritAnya orang pertama, waktu baca dalam ati pasti ngebayanginnya tokoh utama adalah pengarang yang sedang cerita... kecuali kalau dari awal udah dikasih klu ttg nama/gender si tokoh utama. cth : Harry Potter, walau tokoh utama adlh org pertama & pengarangnya prempuan, tpi penokohannya bnar2 bikin si pembaca ngebayangin si harry yg sedang bercerita.. yah cuma sekedar share aj..gda mksd ap2.. hhe

    BalasHapus
  5. hahaa .mgkn jdlnya yg slh .hrsnya fiksitapifiksi :P
    analisa yg cerdas :D diliat dr gayagaya bicaranya ky ny ini... teguh atau feri atau mumus atau atau .??

    BalasHapus